SKENARIO 3
TESTISNYA TIDAK ADA
Tedy ,
seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran sedang menjalani kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Anak. Pada suatu hari, ketika Tedy
mendapat giliran dinas malam di
IGD, Andin
menemukan ada bayi laki-laki yang baru lahir dengan dugaan undencensus
testiculorum, scrotumnya kosong tidak teraba testis
didalamnya. Tedy berusaha mengingat
kembali
teori tentang tahapan pembentukan organ reproduksi dan penyebab timbulnya
kelainan
tersebut.
Selain itu Tedy juga melakukan pemeriksaan terhadap semua alat genitalia
eksterna ,
khawatir
jika ada gangguan yang lain. Kelainan ini perlu segera diterapi, karena kalau
terlambat
dapat
terjadi kerusakan pada tubulus seminiferus yang terdapat dalam testis sehingga
terjadi
infertilitas.
Tedy
teringat dengan kasus yang dialami oleh temannya, yang didiagnosis dokter
mengalami
kolpomenorrhoe karena hymen vaginalisnya yang tertutup. Dia menduga semua ini
juga
terkait
dengan proses pembentukan organ reproduksi pada wanita.Bagaimana anda
menjelaskan apa
yang
terjadi pada bayi yang baru lahir tersebut ?
terangkan
dengan perkembangan susunan makroskopik dan mikroskopik dari susunan reproduksi
?
TAHAP 1
IDENTIFIKASI
ISTILAH
·
Undescensus testiculorum (kriptorkismus) adalah suatu
kondisi dimana testis tidak dijumpai pada tempat yang semestinya yaitu di dalam
skrotum
· Scrotum adalah kantung berisi testis dan organ penyertanya
· Testis adalah gonad jantan,salah satu kelenjar berbentuk
telur yang secara normal terletak di dalam skrotum dimana spermatozoa
berkembang
· Reproduksi adalah suatu rangkaian dan interaksi organ dan zat
dalam organisme yang dipergunakan untuk berkembang biak
· Genetalia eksterna adalah organ reproduksi yang terletak diluar
tubuh termasuk diantaranya adalah skrotum,penis dan saluran kemih pada
pria
· Tubulus seminiferus adalah tubulus yang tersusun dari jaringan
ikat dan jaringan epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi
pada saat spermatogenesis
· Infertilitas adalah kurangnya atau hilangnya kemampuan untuk
menghasilkan keturunan
· Kolpomenorrhoe adalah
· Hymen vaginalis adalah lipatan membranosa yang menutupi seluruh
atau sebagian orifisium eksternal vagina
TAHAP 2
IDENTIFIKASI
MASALAH
1. Bagaimana
tahap pembentukan organ reproduksi ?
2. Apakah
penyebab terjadinya undescensus testiculorum?
3. Sebutkan
apa sajakah organa genitalia maskulina beserta fungsinya?
4. Terapi
apa yang perlu dilakukan pada undescensus testiculorum?
5. Apa
saja yang menyebabkan terjadinya infertilitas pada pria ?
TAHAP 3
ANALISA
MASALAH
1. Tahap
pembentukan organ reproduksi melalui 3 tahap
· Tahap genetik
Tahap
genetik tergantung kombinasi genetik pada tahapkonsepsi. Jika sperma yang
membawa kromosom Y bertemu dengan oosit,terbentuklah anak laki-laki,
sedangkan jika sperma yang membawakromosom X yang bertemu dengan oosit, maka
yang terbentuk anakperempuan.
· Tahap gonad,
perkembangan
testes atau ovarium. Selama bulan pertama gestasi, semua embrio berpotensi
untuk menjadi pria atau wanita, karena perkembangan jaringan reproduksi
keduanya identik dan tidak berbeda. Penampakan khusus gonad terlihat selama
usia 7 minggu di dalam uterus, ketika jaringan gonad pria membentuk testes di
bawah pengaruh sex-determining region kromosom Y (SRY), sebuah gen yang
bertanggung jawab pada seks determination. SRY menstimulasi produksi antigen
H-Y oleh sel kelenjar primitif. Antigen H-Y adalah protein membran plasma
spesifik yang ditemukan hanya pada pria yang secara langsung membentuk testes
dari gonad. Pada wanita tidak terdapat SRY, sehingga tidak ada antigen H-Y,
sehingga jaringan gonad baru mulai berkembang setelah 9 minggu kehamilan
membentuk ovarium.
· Tahap fenotip (anatomi) seks
Tahap
fenotip tergantung pada tahap genetik dan gonad. Diferensiasi membentuk sistem
reproduksi pria diinduksi oleh androgen, hormon maskulin yang disekresi oleh
testes. Usia 10-12 minggu kehamilan, jenis kelamin
secara
mudah dapa dibedakan secara anatomi pada genitalia eksternal. Meskipun
perkembangan genitalia eksterna pria dan wanita tidak berbeda pada jaringan
embrio, tetapi tidak pada saluran reproduksi. Dua sistem
duktus
primitif, yaitu duktus Wolffian dan Mullerian menentukan terbentuknya pria atau
wanita
2. Penyebab
terjadinya undescensus testiculorum
A.
Abnormalitas gubernakulum testis
Penurunan
testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar akan
mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada
skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah
berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966) Bila
struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan menyebabkan
maldesensus testis.
B. Defek
intrinsik testis
Maldesensus
dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat testis tidak
sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini merupakan penjelasan terbaik
pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga untuk menerangkan mengapa pada pasien
dengan kriptorkismus bilateral menjadi steril ketika diberikan terapi definitif
pada umur yang optimum. Banyak kasus kriptorkismus yang secara histologis
normal saat lahir, tetapi testisnya menjadi atrofi / disgenesis pada akhir usia
1 tahun dan jumlah sel germinalnya sangat berkurang pada akhir usia 2 tahun.
C.Defisiensi
stimulasi hormonal / endokrin
Hormon
gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus inkomplet. Hal ini
memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada bayi prematur ketika
perkembangan gonadotropin maternal tetap dalam kadar rendah sampai 2 minggu
terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit diterapkan pada kriptorkismus unilateral.
Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak adequatnya
HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari imaturnya sel
Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-testis. Dilaporkan suatu
percobaan menunjukkan desensus testis tidak terjadi pada mamalia yang
hipofisenya telah diangkat .Rasfer et al (1986) memperlihatkan penurunan testis
dimediasi oleh androgen yang diatur lebih tinggi oleh gonadotropin pituitary.
Proses ini memicu kadar dihidrotestotsteron yang cukup tinggi, dengan hasil
testis mempunyai akses yang bebas ke skrotum. Toppari & Kaleva menyebut
defek dari aksis hipotalamus-pituitary-gonadal akan mempengaruhi turunnya
testis. Hormon utama yang mengatur testis adalah LH dan FSH yang doproduksi oleh
sel basofilik di pituitary anterior yang diatur oleh LHRH. FSH akan
mempengaruhi mempengaruhi sel sertoli, epitel tubulus seminiferus. Kadar FSH
naik pada kelainan testis
Kriptorkismus
yang disertai defisiensi gonadotropin dan adrenal hipoplasia kongenital mungkin
berhubungan dengan sifat herediter. Corbus dan O’Connor, Perreh dan O’Rourke
melaporkan beberapa generasi kriptorkismus dalam satu keluarga. Juga ada
penelitian yang menunjukkan tidak aktifnya hormon Insulin Like Factor 3
( Insl3) sangat mempengaruhi desensus testis . Insl3 diperlukan untuk
diferensiasi dan proliferasi gubernakulum. Faktor lain yang diduga berperan
ialah berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh nervus
genitofemoralis
3. Organa
Genitalia Maskulina
·
Penis.
·
Skrotum.
·
Testis.
·
Epididimis.
·
Vas
deferens.
·
Vesikula seminalis.
·
Prostat.
·
Uretra.
Terapi
non bedah
Berupa
terapi hormonal. Terapi ini dipilih untuk UDT bilateral palpabel inguinal.
Tidak diberikan pada UDT unilateral letak tinggi atau intraabdomen. Efek terapi
berupa peningkatan rugositas skrotum, ukuran testis, vas deferens, memperbaiki
suplay darah, dan diduga meningkatkan ukuran dan panjang vasa funikulus
spermatikus, serta menimbulkan efek kontraksi otot polos gubernakulum untuk
membantu turunnya testis. Dianjurkan sebelum anak usia 2 tahun, sebaiknya bulan
10 – 24.
1.
hcG
Hormon ini
akan merangsang sel Leydig menproduksi testosteron. Dosis : Menurut Mosier
(1984) : 1000 – 4000 IU, 3 kali seminggu selama 3 minggu. Garagorri (1982) :
500 -1500 IU, intramuskuler, 9 kali selang sehari. Ahli lain memberikan 3300
IU, 3 kali selang sehari untuk UDT unilateral dan 500 IU 20 kali
dengan 3 kali seminggu. Injeksi HCH tidak boleh diberikan tiap hari untuk
mencegah desensitisasi sel Leydig terhadap HCG yang akan menyebabkan steroidogenic
refractoriness.
Hindari
dosis tinggi karena menyebabkan efek refrakter testis terhadap HCG, udem
interstisial testis, gangguan tubulus dan efek toksis testis. Kadar testosteron
diperiksa pre dan post unjeksi, bila belum ada respon dapat diulang 6 bulan
berikutnya. Kontraindikasi HCG ialah UDT dengan hernia, pasca operasi
hernia, orchydopexy, dan testis ektopik. Miller (16) memberikan HCG pada
pasien sekaligus untuk membedakan antara UDT dan testis retraktil. Hasilnya 20%
UDT dapat diturunkan sampai posisi normal, dan 58% retraktil testis dapat
normal.
2. LHRH
Dosis 3 x
400 ug intranasal, selama 4 minggu. Akan menurunkan testis secara komplet
sebesar 30 – 64 %.
HCG
kombinasi LHRH
Dosis :
LHRH 3 x 400 ug, intranasal, empat minggu . Dilanjutkan HCG intramuskuler lima
kali pemberian selang sehari. Usia kurang dari dua tahun : 5 x 250 ug, 3
-5 tahun : 5 x 500 ug, di atas lima tahun : 5 x 1000 ug.
Respon
terapi : penurunan testis 86,4%, dengan follow up dua tahun kemudian
keberhasilannya bertahan 70,6%
Terapi
Bedah
Tujuan
pembedahan adalah memobilisasi testis, adekuatnya suplai vasa spermatika,
fiksasi testis yang adequat ke skrotum, dan operasi kelainan yang
menyertainya seperti hernia.
Indikasi
pembedahan :
1. Terapi
hormonal gagal
2. Terjadi
hernia yang potensial menimbulkan komplikasi
3.
Dicurigai torsio testis
4.
Lokasi intraabdominal atau di atas kanalis inguinalis
5.
Testis ektopik .
5. Penyebab
terjadinya infertilitas pada pria
1. Bentuk dan gerakan sperma yang tidak sempurna
Sperma harus berbentuk sempurna serta dapat
bergerak cepat dan akurat menuju ke telur agar dapat terjadi pembuahan. Bila
bentuk dan struktur (morfologi) sperma tidak normal atau gerakannya (motilitas)
tidak sempurna sperma tidak dapat mencapai atau menembus sel telur.
2. Konsentrasi sperma rendah
Konsentrasi sperma yang normal adalah 20 juta
sperma/ml semen atau lebih. Bila 10 juta/ml atau kurang maka menujukkan
konsentrasi yang rendah (kurang subur). Hitungan 40 juta sperma/ml atau lebih
berarti sangat subur. Jarang sekali ada pria yang sama sekali tidak memproduksi
sperma. Kurangnya konsentrasi sperma ini dapat disebabkan oleh testis yang kepanasan (misalnya karena
selalu memakai celana ketat), terlalu sering berejakulasi (hiperseks), merokok, alkohol dan kelelahan.
3. Tidak ada semen
Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari
penis menuju vagina. Bila tidak ada semen maka sperma tidak terangkut (tidak
ada ejakulasi). Kondisi ini biasanya disebabkan penyakit atau kecelakaan yang
memengaruhi tulang belakang.
4. Varikosel (varicocele)
Varikosel adalah varises atau pelebaran pembuluh
darah vena yang berhubungan dengan testis. Sebagaimana diketahui, testis adalah
tempat produksi dan penyimpanan sperma. Varises yang disebabkan kerusakan pada
sistem katup pembuluh darah tersebut membuat pembuluh darah melebar dan
mengumpulkan darah. Akibatnya, fungsi testis memproduksi dan menyalurkan sperma
terganggu.
5. Testis tidak turun
Testis gagal turun adalah kelainan bawaan sejak
lahir, terjadi saat salah satu atau kedua buah pelir tetap berada di perut dan
tidak turun ke kantong skrotum. Karena suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu
pada skrotum, produksi sperma mungkin terganggu.
6. Kekurangan hormon testosteron
Kekurangan hormon ini dapat memengaruhi kemampuan
testis dalam memproduksi sperma.
7. Kelainan genetik
Dalam kelainan genetik yang disebut sindroma
Klinefelter, seorang pria memiliki dua kromosom X dan satu kromosom Y, bukannya
satu X dan satu Y. Hal ini menyebabkan pertumbuhan abnormal pada testis
sehingga sedikit atau sama sekali tidak memproduksi sperma.
Dalam penyakit Cystic fibrosis, beberapa
pria penderitanya tidak dapat mengeluarkan sperma dari testis mereka, meskipun
sperma tersedia dalam jumlah yang cukup. Hal ini karena mereka tidak memiliki
vas deferens, saluran yang menghubungkan testis dengan saluran ejakulasi.
8. Infeksi
Infeksi dapat memengaruhi motilitas sperma untuk
sementara. Penyakit menular seksual seperti klamidia dan gonore sering
menyebabkan infertilitas karena menyebabkan skar yang memblokir jalannya sperma.
9. Masalah seksual
Masalah seksual dapat menyebabkan infertilitas,
misalnya disfungsi ereksi, ejakulasi prematur, sakit saat berhubungan (disparunia).
Demikian juga dengan penggunaan minyak atau pelumas tertentu yang bersifat
toksik terhadap sperma.
10. Ejakulasi balik
Hal ini terjadi ketika semen yang dikeluarkan
justru berbalik masuk ke kantung kemih, bukannya keluar melalui penis saat
terjadi ejakulasi. Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkannya, di antaranya
adalah diabetes, pembedahan di kemih, prostat atau uretra, dan pengaruh
obat-obatan tertentu.
11. Sumbatan di epididimis/saluran ejakulasi
Beberapa pria terlahir dengan sumbatan di daerah
testis yang berisi sperma (epididimis) atau saluran ejakulasi. Beberapa pria
tidak memiliki pembuluh yang membawa sperma dari testis ke lubang penis.
12. Lubang kencing yang salah tempat (hipoepispadia)
Kelainan bawaan ini terjadi saat lubang kencing
berada di bagian bawah penis. Bila tidak dioperasi maka sperma dapat kesulitan
mencapai serviks.
13. Antibodi pembunuh sperma
Antibodi yang membunuh atau melemahkan sperma
biasanya terjadi setelah pria menjalani vasektomi. Keberadaan antibodi ini
menyulitkannya mendapatkan anak kembali saat vasektomi dicabut.
14. Pencemaran lingkungan
Paparan polusi lingkungan dapat mengurangi
jumlah sperma dengan efek langsung pada fungsi testis dan sistem hormon.
Beberapa bahan kimia yang mempengaruhi produksi sperma antara lain: radikal
bebas, pestisida (DDT, aldrin, dieldrin, PCPs, dioxin, furan, dll), bahan kimia
plastik, hidrokarbon (etilbenzena, benzena, toluena, dan xilena),
dan logam berat seperti timbal, kadmium atau arsenik.
15. Kanker Testis
Kanker testis berpengaruh langsung terhadap
kemampuan testis memproduksi dan menyimpan sperma. Penyakit ini paling sering
terjadi pada pria usia 18 – 32 tahun.
Tahap 4
Strukturisasi
Tahap 4
Strukturisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar